Krisis Moral di Sekolah, Cermin Buram Dunia Pendidikan
Dalam beberapa bulan terakhir, berbagai kasus pelanggaran moral di lingkungan sekolah kembali mencuat. Mulai dari bullying, kekerasan verbal, hingga kasus siswa yang berani melawan guru — semua ini menggambarkan adanya krisis moral di sekolah yang makin memprihatinkan.
Fenomena ini bukan hanya masalah perilaku siswa, tetapi juga cerminan menurunnya nilai etika dan karakter di dunia pendidikan Indonesia.
Menurut Kemendikbud, laporan kasus pelanggaran etika di sekolah meningkat hampir 20% dalam dua tahun terakhir. Data tersebut menegaskan bahwa sistem pendidikan kita perlu menekankan pembinaan karakter, bukan hanya nilai akademik.
Akar Masalah: Kurangnya Keteladanan dan Lingkungan Sosial
Pakar pendidikan dari Universitas Negeri Yogyakarta, Prof. Eko Prasetyo, menyebut bahwa keteladanan guru dan lingkungan sosial sangat berperan dalam membentuk karakter siswa.
“Bila anak tidak menemukan figur yang bisa diteladani, ia akan meniru perilaku negatif dari media sosial atau lingkungan,” ujarnya.
Faktor lain yang turut memperparah situasi adalah minimnya pengawasan orang tua, terutama di era digital. Banyak siswa yang lebih banyak belajar dari TikTok dan YouTube ketimbang interaksi langsung dengan guru.
Artikel sebelumnya di Guru Nakal juga menyoroti bagaimana tekanan akademik dan media sosial memengaruhi mental anak sekolah.
Pendidikan Karakter: Solusi yang Mulai Terlupakan
Kementerian Pendidikan sebenarnya sudah lama menekankan pentingnya pendidikan karakter, tetapi implementasinya sering tidak berjalan maksimal. Banyak sekolah yang hanya menjadikan kegiatan moral dan etika sebagai formalitas di awal tahun ajaran.
Padahal, pendidikan karakter seharusnya menjadi bagian dari keseharian belajar, bukan tambahan kegiatan.
Guru, kepala sekolah, dan orang tua seharusnya membangun kerja sama erat untuk memastikan nilai seperti empati, disiplin, dan tanggung jawab benar-benar hidup dalam diri siswa.
Peran Guru di Tengah Tantangan Moral
Di tengah krisis ini, guru masih menjadi benteng terakhir pendidikan moral. Meski banyak di antara mereka masih berstatus honorer dan belum sejahtera, semangat mendidik tetap menyala.
Namun tanpa dukungan yang cukup — baik secara finansial maupun kebijakan — sulit bagi guru untuk menjadi figur teladan yang konsisten.
Seperti disampaikan dalam artikel Transparansi Anggaran Pendidikan & Nasib Guru di Indonesia, banyak guru masih berjuang di tengah sistem pendidikan yang belum adil.
Ironisnya, mereka diminta membentuk karakter anak bangsa, sementara nasib mereka sendiri belum pasti.
Harapan ke Depan: Membangun Sekolah yang Berkarakter
Menghadapi krisis moral di sekolah, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengembalikan pendidikan berbasis nilai dan keteladanan.
Pemerintah perlu mendukung pelatihan guru bukan hanya dalam bidang akademik, tapi juga pengembangan karakter dan komunikasi sosial.
Selain itu, sekolah harus menjadi ruang aman bagi siswa untuk belajar menghargai perbedaan, memahami batasan, dan menumbuhkan empati.
Dengan kolaborasi antara pemerintah, guru, dan orang tua, dunia pendidikan Indonesia bisa kembali pada jati dirinya: mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan hanya mencetak nilai ujian tinggi.
Share this content:
Post Comment