Kegiatan Literasi Dinilai Efektif Memperbaiki Kesehatan Mental Siswa

Siswa sedang membaca buku di perpustakaan sebagai bagian dari kegiatan literasi untuk membantu memulihkan kesehatan mental.

Kegiatan Literasi Dinilai Efektif Memperbaiki Kesehatan Mental Siswa

Isu kesehatan mental siswa kembali mendapat sorotan. Banyak sekolah mulai mencari cara yang lebih manusiawi untuk membantu murid menghadapi tekanan belajar. Salah satu langkah yang kini terbukti memberi dampak positif adalah kegiatan literasi harian.

Berbagai sekolah mulai menerapkan kembali sesi membaca pagi, jurnal harian, hingga diskusi kelompok kecil. Cara ini terbukti membuat suasana belajar lebih tenang serta memberi ruang bagi siswa untuk memahami diri sendiri.


Literasi Sebagai Ruang Aman untuk Siswa

Bagi sebagian besar pelajar, tekanan akademik yang tinggi sering membuat mereka kewalahan. Namun kegiatan literasi menawarkan suasana yang lebih santai. Siswa dapat membaca cerita pendek, mencatat perasaan mereka, atau sekadar menuliskan apa pun yang sedang mereka pikirkan.

Metode ini membantu murid memperlambat ritme, mengatur napas, dan menenangkan pikiran.
Selain itu, aktivitas membaca terbukti mampu meningkatkan empati dan mengurangi stres sosial di kelas.

Contohnya: beberapa sekolah melaporkan bahwa program literasi rutin berhasil menurunkan konflik antarsiswa. Lingkungan yang lebih damai ini tentu berdampak langsung pada kesehatan mental siswa.

Baca juga: Etika di Dunia Pendidikan dan Tantangan Moral Guru


Pandangan Wamendikdasmen tentang Literasi & Psikologis Anak

Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah menegaskan bahwa literasi tidak hanya membentuk kecerdasan kognitif, tetapi juga membantu murid mengenali emosi mereka.
Ia menyebutkan bahwa membaca dan menulis mampu membangun dialog batin yang sehat—hal yang sangat dibutuhkan siswa pada era penuh tekanan ini.

Menurutnya, kegiatan literasi dapat menjadi sarana pemulihan psikologis setelah masa pandemi yang berat bagi generasi muda.


Dampak Positif yang Mulai Terlihat di Sekolah

Beberapa sekolah yang sudah menjalankan program literasi terstruktur mulai melihat perubahan nyata:

  • siswa lebih fokus saat belajar,
  • tingkat kecemasan akademik menurun,
  • suasana kelas lebih kondusif,
  • dan hubungan siswa–guru menjadi lebih hangat.

Guru juga mengaku lebih mudah memahami kondisi emosional murid setelah membaca tulisan reflektif yang mereka buat. Metode sederhana ini membantu guru memberikan pendekatan yang lebih manusiawi.

Lihat artikel terkait: Kesehatan Mental Guru dan Tantangan Mengajar Modern


Peran Guru dalam Menguatkan Literasi Emosional

Literasi tidak akan efektif tanpa pendampingan guru. Mereka berperan besar sebagai fasilitator. Guru dapat membantu murid memahami cerita, menghubungkannya ke pengalaman hidup, dan menciptakan suasana diskusi yang aman.

Sekolah yang berhasil menjalankan program literasi biasanya memiliki guru yang aktif memotivasi, bukan hanya mengejar target nilai.


Gerakan Literasi Nasional Dipacu Kembali

Kementerian Pendidikan kembali mendorong Gerakan Literasi Sekolah agar berjalan lebih teratur. Pemerintah berharap sekolah tidak menjadikan literasi sekadar kegiatan formal, tetapi sebagai kebiasaan yang menyehatkan mental.

Referensi :
Kemendikbudristek – Gerakan Literasi Nasional


Literasi sebagai Harapan Baru untuk Siswa

Dengan semakin tingginya tekanan pada pelajar, kegiatan literasi menjadi ruang penting untuk memulihkan mental dan menumbuhkan semangat belajar.
Melalui buku, cerita, dan tulisan, siswa menemukan cara baru untuk memahami emosi serta membangun karakter yang kuat.

Sekolah yang sukses menjalankan program literasi membuktikan bahwa pendidikan tidak hanya tentang nilai, tetapi juga tentang kebaikan, empati, dan keseimbangan mental.

Share this content:

Raymond Bell
Author: Raymond Bell

Post Comment

Loading...

You May Have Missed