Kurikulum Merdeka 2025: Berubah atau Tetap? Ini Suara Guru di Lapangan

Logo Kurikulum Merdeka yang digunakan dalam pembahasan implementasi Kurikulum Merdeka 2025 di sekolah.

Kurikulum Merdeka 2025: Berubah atau Tetap? Ini Suara Guru di Lapangan

Memasuki akhir 2025, pertanyaan yang paling sering muncul di ruang guru seluruh Indonesia adalah:
“Kurikulum Merdeka berubah lagi atau tetap?”

Kebijakan pendidikan memang sering bergerak cepat. Namun menurut berbagai pemberitaan pendidikan, termasuk laporan Kompas Pendidikan, arah pemerintah sebenarnya tidak berubah jauh. Kurikulum Merdeka tetap dijalankan, tetapi banyak penyesuaian teknis yang membuat guru merasakan dinamika berbeda di kelas .

Di media sosial, diskusi tentang kurikulum ini juga makin ramai. Ada guru yang merasa terbantu karena lebih bebas merancang pembelajaran, namun ada juga yang kewalahan karena penilaiannya makin kompleks. Realitas di lapangan jauh lebih kaya dibandingkan narasi resmi.


Apa yang Sebenarnya Berubah di 2025?

Tidak banyak perubahan besar, tetapi ada beberapa penyesuaian penting yang terasa di lapangan:

1. Penekanan pada Proyek (P5) Lebih Fleksibel

Kalau tahun-tahun sebelumnya P5 bikin guru “pusing tujuh keliling”, tahun ini banyak sekolah diberi ruang menentukan sendiri fokus proyek.
Ini membuat guru lebih nyaman, meskipun perencanaan tetap memakan waktu.

2. Penilaian Lebih Berbasis Proses

Penilaian tidak lagi sekaku penilaian angka. Banyak guru mengakui bahwa mereka bisa menilai dengan lebih manusiawi, tetapi di sisi lain waktu pembuatan rubrik jadi lebih panjang.

3. Penggunaan Platform Digital Didorong

Kemendikbud terus mempromosikan platform seperti Merdeka Mengajar untuk memudahkan perangkat ajar.
Masalahnya, tidak semua sekolah punya koneksi internet mumpuni.


Suara Guru: Antara Lega dan Capek

Kurikulum Merdeka 2025 punya dua wajah.

Guru merasa lega karena:

  • Sekolah tidak dipaksa seragam
  • Pembelajaran lebih relevan
  • Guru punya kreativitas lebih besar
  • Murid bisa lebih aktif dan mandiri

Tapi banyak guru juga merasa capek karena:

  • Administrasi tetap banyak
  • Platform digital kadang error
  • Proyek P5 butuh persiapan panjang
  • Pembelajaran diferensiasi butuh kemampuan guru yang lebih matang

Katadata pernah menyoroti bahwa implementasi kebijakan apapun akan berat jika kesenjangan digital belum selesai.
Komentar guru di lapangan membuktikan hal ini benar.


Masalah Terbesar: Infrastruktur Sekolah Belum Merata

Ini mungkin poin paling krusial di 2025.

Banyak sekolah masih:

  • memakai laptop lama yang sulit membuka aplikasi,
  • bergantung pada WiFi yang mati tiap jam istirahat,
  • atau tidak punya proyektor karena rusak dan tidak diganti.

Guru akhirnya harus kreatif dengan keadaan apa adanya.

Kalau mau melihat analisis lain terkait kondisi sekolah, lu bisa cek artikel sebelumnya di Guru Nakal.


Bagaimana Guru Menghadapinya?

1. Kolaborasi antar guru

Guru yang paham sistem sering ngajarin temannya. Banyak sekolah mulai bikin komunitas belajar kecil.

2. Mengambil materi dari platform lain

Video, animasi, dan alat ajar dari YouTube atau platform pembelajaran lain mulai jadi favorit.

3. Menyesuaikan kurikulum dengan kondisi murid

Tidak semua konsep bisa dipaksakan. Guru menyesuaikan alur pembelajaran berdasarkan kemampuan kelasnya.

4. Guru mulai menguatkan literasi digital pribadi

Ini terlihat dari meningkatnya jumlah guru yang mengikuti webinar, kelas online, sampai kursus mandiri.


Kesimpulan: Kurikulum Merdeka 2025 Tidak Salah Tapi Tidak Mudah

Kurikulum Merdeka tidak buruk. Justru ini kurikulum dengan niat baik: memberi kebebasan, memberi ruang kreativitas, dan memanusiakan proses belajar.

Yang jadi masalah bukan kurikulumnya, tapi kesiapan ekosistem pendukungnya:

  • infrastruktur belum merata,
  • kompetensi digital guru masih berkembang,
  • dan kultur belajar aktif belum tercipta di semua sekolah.

Di lapangan, kurikulum ini terasa seperti perjalanan panjang yang butuh waktu. Guru tidak anti perubahan mereka hanya butuh sistem yang adil dan dukungan nyata.

Sampai ekosistemnya siap, guru hanya bisa melakukan yang terbaik: beradaptasi, belajar bersama, dan tetap fokus pada murid.

Share this content:

Raymond Bell
Author: Raymond Bell

Post Comment

Loading...

You May Have Missed