Kompetensi Guru Indonesia Masih Rendah di Mapel Sains dan Bahasa Inggris

Suasana guru mengajar di kelas sebagai ilustrasi masalah kompetensi guru Indonesia pada mata pelajaran sains dan bahasa Inggris.

Kompetensi Guru Indonesia Masih Rendah di Mapel Sains dan Bahasa Inggris

Berita pendidikan terbaru yang dirilis oleh Kompas kembali menyoroti masalah yang sudah lama dibahas namun belum menemukan titik terang: kompetensi guru Indonesia, terutama pada mata pelajaran kimia, fisika, dan bahasa Inggris, dinilai masih jauh dari ideal. Temuan ini bukan sekadar angka, tetapi mencerminkan tantangan besar yang sedang dihadapi dunia pendidikan Indonesia di 2025.

Menurut laporan Kompas, banyak guru yang mengajar mata pelajaran sains dan bahasa Inggris masih belum menguasai pedagogi dan konten dengan baik. Ini berdampak langsung pada kualitas pembelajaran, terutama di jenjang SMP dan SMA, tempat pondasi kompetensi akademik seharusnya diperkuat. Temuan ini juga sejalan dengan laporan literasi sains Indonesia dalam survei global yang dimuat oleh Katadata, yang menunjukkan capaian sains Indonesia stagnan dalam beberapa tahun terakhir.


Mengapa Kompetensi Guru Indonesia Masih Rendah?

Ada beberapa faktor utama yang kerap muncul dalam evaluasi pendidikan nasional:

1. Latar Belakang Pendidikan Guru Tidak Selalu Selaras dengan Mata Pelajaran

Banyak guru mengajar mapel yang bukan bidang keahliannya. Hal ini terutama terjadi di daerah yang kekurangan tenaga pendidik spesialis.

2. Pelatihan yang Tidak Konsisten

Kemendikbud sebenarnya sudah menyediakan pelatihan daring melalui platform seperti “Guru Belajar dan Berbagi” dan “Merdeka Mengajar”, namun tidak semua guru mendapatkan pendampingan yang memadai. Sebagian guru di daerah bahkan kesulitan mengakses internet stabil untuk mengikuti pelatihan.

3. Kesenjangan Digital

Penguasaan teknologi pembelajaran masih timpang antara guru di kota dan di daerah terpencil. Padahal, mapel seperti fisika dan kimia membutuhkan simulasi digital agar konsepnya mudah dipahami.

4. Beban Administrasi Guru Berlebihan

Guru sering kali terjebak tugas administrasi, bukan pembelajaran. Akibatnya, waktu untuk meningkatkan kompetensi pribadi semakin sedikit.


Dampak Langsung ke Murid dan Sekolah

Kurangnya kompetensi guru di mapel kimia, fisika, hingga bahasa Inggris berdampak cukup serius:

1. Murid Sulit Menguasai Konsep Dasar

Sains modern menuntut pemahaman konsep. Jika guru kurang kuat di materi, murid akan makin kesulitan.

2. Kualitas Pembelajaran Tidak Merata

Sekolah dengan guru kompeten maju cepat, sedangkan sekolah yang gurunya tidak terlatih semakin tertinggal.

3. Hilangnya Minat Murid pada STEM

Fenomena ini juga disinggung dalam laporan pendidikan global. Murid Indonesia yang tidak punya pengalaman belajar menarik di sains cenderung enggan masuk jurusan teknik, kimia, fisika, atau bioteknologi.

4. Rendahnya Daya Saing Internasional

Bahasa Inggris menjadi salah satu kunci daya saing ekonomi digital. Jika gurunya tidak kompeten, murid akan semakin sulit mengikuti perkembangan global.


Apa yang Perlu Dilakukan Pemerintah dan Sekolah?

1. Pemerataan Guru Sains dan Bahasa Inggris

Redistribusi guru harus dilakukan lebih serius, terutama ke daerah yang kekurangan tenaga ahli.

2. Program Pelatihan yang Berorientasi Praktis

Pelatihan tidak boleh hanya seminar. Guru harus diberikan studi kasus, simulasi eksperimen, hingga pendampingan rutin.

3. Mengurangi Beban Administrasi Guru

Ini kritik lama tapi tetap relevan. Guru harus kembali fokus mengajar, bukan mengurus laporan non-pembelajaran.

4. Kolaborasi Guru Antar Sekolah

Banyak sekolah sudah mulai melakukan “sharing session” untuk memperkuat pemahaman guru di mapel tertentu. Praktik semacam ini perlu diperluas.

Untuk pembahasan kritis seputar isu guru dan sekolah, lu juga bisa cek artikel lain di Guru Nakal.


Kesimpulan

Masalah kompetensi guru Indonesia di mapel kimia, fisika, dan bahasa Inggris bukan hal baru. Namun laporan terbaru menunjukkan bahwa masalah ini belum membaik secara signifikan. Ini bukan kesalahan guru semata, tetapi akumulasi dari kebijakan, infrastruktur, pelatihan, dan kondisi sekolah yang tidak merata.

Jika Indonesia ingin mengejar ketertinggalan dalam bidang sains dan bahasa, perbaikan sistematis harus segera dilakukan dimulai dari peningkatan kompetensi guru sebagai ujung tombak pendidikan.

Share this content:

Raymond Bell
Author: Raymond Bell

Post Comment

Loading...

You May Have Missed