Lonjakan Kasus Bullying di Sekolah Sepanjang 2025: Apa yang Sebenarnya Terjadi?
Tahun 2025 menjadi alarm besar bagi dunia pendidikan Indonesia, setelah berbagai laporan menyebutkan bahwa kasus bullying di sekolah meningkat drastis. Tidak hanya di kota besar, tetapi juga di wilayah pinggiran dan daerah 3T. Situasinya semakin mengkhawatirkan ketika banyak kasus baru pertama kali terungkap melalui media sosial.
Menurut laporan awal dari beberapa portal pendidikan, termasuk Kompas Pendidikan, pengaduan bullying meningkat karena tiga faktor besar: meningkatnya keberanian murid untuk melapor, pengaruh media sosial dalam memviralkan kasus, dan lemahnya pengawasan internal sekolah. Di sisi lain, orang tua yang semakin aktif di dunia digital justru membuat tekanan terhadap sekolah semakin tinggi.
Mengapa Bullying Meningkat di 2025?
1. Media Sosial Membuat Kasus Mudah Terbongkar
Banyak kasus yang dulunya “tertutup rapat” di sekolah, kini muncul ke permukaan setelah siswa merekam kejadian dan mengunggahnya ke TikTok atau Instagram. Bahkan, beberapa kasus viral pertama kali dilaporkan oleh platform berita seperti Suara/Yoursay.
2. Lingkungan Sekolah Kurang Pengawasan
Dengan jumlah guru yang terbatas, terutama di sekolah negeri, beberapa siswa merasa bisa melakukan intimidasi tanpa ketahuan.
3. Kurangnya Pendidikan Karakter
Meski Kurikulum Merdeka menekankan pada P5 dan pembelajaran karakter, beberapa guru mengakui bahwa implementasinya di lapangan masih lemah dan tidak konsisten.
4. Konflik Sosial & Ekonomi
Menurut data literasi nasional yang dirilis oleh Katadata, tekanan ekonomi rumah tangga berdampak kuat pada perilaku remaja, termasuk meningkatnya agresivitas di sekolah.
Apa Dampaknya Terhadap Sekolah?
1. Reputasi Sekolah Menjadi Taruhan
Satu kasus bullying viral dapat membuat sekolah kehilangan kepercayaan publik dalam hitungan jam.
2. Guru Tertekan
Banyak guru merasa takut mengambil tindakan disiplin, khawatir direkam atau disalahartikan oleh orang tua.
3. Murid Menjadi Trauma
Dampaknya bukan hanya fisik, tetapi juga emosional dan psikologis.
4. Komunikasi Sekolah–Orang Tua Memburuk
Banyak orang tua langsung marah tanpa mencari klarifikasi terlebih dahulu.
Untuk artikel lain yang membahas dinamika guru dan orang tua, kamu bisa membaca artikel lain di GuruNakal.
Bagaimana Sekolah Harus Menyikapi Lonjakan Ini?
1. Perlu Program Anti-Bullying yang Konsisten
Bukan hanya tempel poster, tetapi pelatihan rutin bagi murid dan guru.
2. Penguatan Peran Konselor Sekolah
Sayangnya, banyak sekolah di Indonesia tidak memiliki konselor tetap.
3. Edukasi Literasi Digital
Pencegahan bullying online (cyberbullying) harus berjalan berdampingan dengan pencegahan bullying fisik.
4. Kolaborasi dengan Orang Tua
Sekolah harus membangun komunikasi rutin dengan orang tua agar masalah tidak meledak tiba-tiba.
5. Pendekatan Restoratif
Menurut beberapa ahli pendidikan yang dikutip oleh Kompas, pendekatan restoratif lebih efektif dibanding hukuman keras. Yang penting adalah pemulihan hubungan dan pemahaman antar pihak.
Kesimpulan
Lonjakan bullying di sekolah sepanjang 2025 bukan hanya masalah moral atau disiplin. Ini adalah masalah sistemik: mulai dari pengawasan, komunikasi, ekonomi keluarga, budaya digital, hingga kurangnya konselor di sekolah.
Selama sekolah belum memiliki sistem perlindungan murid yang kuat, dan selama literasi digital masyarakat masih rendah, kasus bullying akan terus muncul—dan semakin viral.
Share this content:



Post Comment