Guru Menampar Siswa yang Bolos: Batas Disiplin atau Kekerasan di Sekolah?

Guru menegur dan menampar siswa yang ketahuan bolos sekolah hingga viral di media sosial, memicu perdebatan tentang batas disiplin dan kekerasan di sekolah.

Guru Menampar Siswa yang Bolos: Batas Disiplin atau Kekerasan di Sekolah?

Kronologi Kejadian

Sebuah video viral memperlihatkan seorang guru tampar siswa yang kedapatan bolos dengan memanjat tembok sekolah.
Insiden itu terjadi di salah satu SMA negeri di Jawa Tengah dan cepat menyebar di media sosial. Dalam video berdurasi kurang dari satu menit itu, tampak guru menegur siswa terlebih dahulu sebelum insiden penamparan terjadi.

Menurut keterangan kepala sekolah, guru tersebut sebenarnya berniat mendisiplinkan siswa agar tidak kabur dari lingkungan belajar.
Namun, tindakan fisik tersebut akhirnya menimbulkan perdebatan publik mengenai batas antara disiplin dan kekerasan dalam pendidikan.


Reaksi Orang Tua dan Publik

Orang tua siswa yang ditampar mengaku kecewa dan melaporkan kejadian itu ke pihak berwenang. Di sisi lain, sebagian masyarakat justru membela sang guru, menganggap tindakannya adalah bentuk ketegasan dalam mendidik generasi muda yang makin sulit diatur.

Perdebatan ini menunjukkan betapa pendidikan karakter di sekolah masih menjadi tantangan besar. Sebagian pengamat pendidikan menilai, cara mendisiplinkan siswa seharusnya tidak lagi menggunakan pendekatan fisik, melainkan komunikasi dan empati.

Baca juga: Krisis Moral di Sekolah Indonesia Kian Memprihatinkan


Pandangan Ahli Pendidikan

Pakar pendidikan dari Universitas Negeri Yogyakarta menjelaskan bahwa tindakan kekerasan tidak boleh dijustifikasi atas nama disiplin. Sekolah seharusnya menjadi tempat aman bagi siswa untuk belajar, bukan ruang yang menimbulkan trauma. Guru perlu dibekali pelatihan classroom management dan emotional control agar mampu menegakkan aturan tanpa kekerasan.

Namun, ia juga menyoroti tekanan yang dihadapi guru saat ini: tuntutan administrasi tinggi, beban mengajar berat, dan perilaku siswa yang semakin kompleks.
“Guru tetap manusia. Mereka juga butuh ruang untuk menyalurkan stres secara sehat,” ujarnya.


Peran Pemerintah dan Evaluasi Sistem

Kasus ini mendorong Kemendikbud Ristek untuk kembali menegaskan pentingnya program pencegahan kekerasan di sekolah.
Melalui Permendikbud No. 82 Tahun 2015, setiap sekolah diwajibkan memiliki mekanisme pelaporan dan penanganan kekerasan terhadap siswa.

Pemerintah pun diharapkan memperkuat pelatihan bagi guru agar mampu menerapkan pendekatan pendidikan positif yang menumbuhkan disiplin tanpa kekerasan.
Langkah seperti ini penting untuk menjaga keseimbangan antara kewibawaan guru dan hak siswa untuk merasa aman di sekolah.

Sumber referensi kebijakan: Kemendikbud Ristek – Peraturan Anti Kekerasan di Sekolah


Kesimpulan

Kasus guru tampar siswa bolos menjadi refleksi bagi dunia pendidikan Indonesia.
Disiplin memang penting, tetapi cara menyampaikannya harus mengedepankan empati dan komunikasi.
Jika tidak, sekolah bisa kehilangan kepercayaan publik dan menjauh dari tujuan utamanya: membentuk karakter, bukan menakuti siswa.

Share this content:

Raymond Bell
Author: Raymond Bell

Post Comment

Loading...

You May Have Missed