Kenapa Starbucks Gagal di Australia? Inilah Jawabannya

Starbucks adalah jaringan cafe asal Amerika Serikat yang sudah tersebar di banyak negara di dunia. Tak terkecuali di Indonesia, kita bisa menemukan kedai-kedai Starbucks di sudut-sudut kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya.

Starbucks pertama kali didirikan pada tahun 1971 di Seattle, Amerika Serikat. Hingga tahun 2018, kedai kopi ini sudah memiliki sekitar 28rb cabang di seluruh dunia. Jumlah itu dipastikan akan terus bertambah mengingat Starbucks begitu populer dan cepat berkembang.

Di Starbucks kamu bisa menemukan minuman panas dan dingin. Selain berbagai jenis minuman kopi seperti espresso dan caffe late, kamu juga bisa membeli minuman berbahan dasar teh, jus, kue-kue, serta berbagai makanan ringan (menu di setiap lokasi kemungkinan berbeda).

Lalu, adakah negara di muka Bumi ini di mana Starbucks sulit berkembang? Tentu saja ada. Salah satu negara di mana Starbucks sulit melebarkan sayap bisnisnya adalah Australia, tetangga di selatan negeri kita.

Kenapa Starbucks Gagal di Australia

Menurut laporan CNBC, Starbucks telah menutup hampir 70 persen kedai mereka di negeri Kangguru tersebut pada tahun 2008. Hal itu dilakukan karena cafe-cafe tersebut berkinerja buruk. Dengan demikian, di seluruh benua Australia hanya tersisa sekitar 23 kedai Starbucks.

Starbucks mulai masuk ke pasar Australia pada tahun 2000 dan mereka mendirikan hampir 90 cabang di negeri tersebut. Menurut seorang periset di bidang industri konsumen di Gartner yang bernama Thomas O’Connor, Starbucks terlalu cepat diluncurkan sehingga tidak memberikan kesempatan pada konsumen Australia untuk benar-benar mengembangkan selera mereka untuk kedai kopi tersebut.

Jadi, walaupun Starbucks sudah populer di banyak negara di dunia, belum tentu masyarakat Australia akan menyambutnya dengan baik. Di sana Starbucks terlalu ‘kepedean’ dengan mendirikan banyak kedai sebelum benar-benar tahu apakah konsumen suka atau tidak.

Sejarah Kopi di Australia

Australia adalah salah satu negara di mana penduduknya sudah mengenal cafe-cafean sejak lama. Itu artinya budaya minum kopi di sana sudah berkembang pesat. Hal itu dimulai sejak pertengahan tahun 1900-an saat para imigran dari Italia dan Yunani mengenalkan minuman berbahan dasar kopi pada orang Australia.

Pada tahun 2018, industri cafe di Australia telah menghasilkan pendapatan lebih dari 6 miliar dolar Amerika (sekitar Rp 84 triliun). Itu adalah nilai yang cukup besar untuk ukuran sebuah negara dengan penduduk sekitar 25 juta orang.

Warga Australia juga banyak yang bersaing dalam kompetisi barista dan mereka mendaftar di kelas membuat kopi, sehingga mereka menganggap kopi mereka dengan serius.

Disebutkan kalau Starbucks tidak sesuai dengan selera orang Australia. Perusahaan itu menyajikan pilihan kopi yang lebih manis daripada yang disukai orang Australia. Dalam tujuh tahun pertamanya di Australia, Starbucks mengalami kerugian sekitar $105 juta (sekitar Rp 1,4 triliun). Hal itu memaksa mereka untuk menutup 61 lokasi.

Tetapi Starbucks tidak begitu saja menyerah di Australia. Sejak penutupan besar-besaran pada tahun 2008, perusahaan mulai perlahan membuka lebih banyak kedai lagi di lokasi lain di Australia.

Pada saat laporan CNBC keluar, ada 39 kedai Starbucks di Brisbane, Melbourne, Gold Coast, dan Sydney. Mereka dibuka untuk melayani para wisatawan yang mengunjungi negara-negara bagian tersebut. Dengan memperlambat pertumbuhannya dan berusaha melayani lebih banyak turis, Starbucks mungkin akan menemukan resep untuk sukses di Australia.

Jadi, apa yang bisa kita pelajari dari Starbucks di Australia ini? Tentu saja kita perlu sebuah riset pasar yang mendalam sebelum akan mengembangkan jaringan bisnis kita lebih besar lagi. Walaupun bisnismu sudah punya nama besar, semua orang belum tentu akan menerima apa yang kamu tawarkan.

Kesimpulan

Bisa dikatakan terdapat tiga alasan kenapa Starbucks gagal di Australia, seperti dilansir dari Medium, yaitu:

1. Tidak Beradaptasi

Salah satu alasan mengapa kedai KFC dan McDonald’s sukses di banyak negara di dunia adalah karena mereka beradaptasi dengan konsumen lokal. Orang Indonesia termasuk menggemari makanan yang ditawarkan oleh kedua kedai itu karena rasanya cocok dengan lidah orang kita.

Sebaliknya Starbucks tidak melakukan hal yang sama pada konsumen di Australia dan menganggap bahwa model bisnis mereka bisa diterima masyarakat Australia. Sayangnya mereka gagal sehingga harus mulai beradaptasi dengan lingkungan baru di negeri tersebut.

2. Berkembang Terlalu Besar dan Terlalu Cepat

Alasan lain yang membuat Starbucks gagal di Australia adalah mereka berkembang terlalu besar dan terlalu cepat dalam jangka waktu yang relatif singkat. Mereka melakukan hal tersebut alih-alih mengintegrasikan dirinya ke pasar Australia.

Dengan demikian, konsumen Australia yang telah sangat akrab dengan minuman kopi tidak diberikan kesempatan untuk benar-benar mengembangkan selera mereka terhadap kedai kopi Starbucks. Bukankah mengembangkan bisnis dari kecil sangat penting?

3. Orang Australia Memiliki Banyak Pilihan Lain

Budaya minum kopi sudah masuk ke Australia lebih dari satu abad yang lalu dan itu menjadikan pasar kopi Australia adalah salah satu yang terbesar di dunia. Intinya adalah orang Australia sudah tahu betul budaya minum kopi mereka dan jenis minuman kopi apa yang mereka sukai.

Lalu Starbucks datang ke negeri tersebut dengan membawa budaya kopi ala Amerika, di mana kopi pada dasarnya adalah produk atau komoditas. Sebagai informasi, kafe-kafe di Australia lahir dari budaya Italia di mana orang-orang bertemu dengan teman-teman mereka di kafe dan mengenal barista lokal mereka.

Dengan demikian, konsumen Australia bisa dikatakan kurang cocok dengan apa yang ditawarkan oleh Starbucks. Selain itu, Starbucks juga menawarkan lebih banyak minuman manis yang tidak disukai kebanyakan orang Australia dan kedai kopi tersebut menjual produknya dengan harga yang lebih tinggi.

Jadi, orang Australia lebih memilih membeli dan minum kopi di kedai-kedai lokal mereka. Selain karena harga jual yang lebih rendah, pilihan minuman yang ditawarkannya pun sesuai dengan selera mereka. Dan yang paling penting adalah kedai kopi lokal tersebut sudah menjadi bagian dari budaya minum kopi mereka.