Penilaian Kurikulum 2025 Bikin Murid Stres, Guru & Orang Tua Ikut Bingung

Murid stres mengerjakan tugas penilaian Kurikulum 2025 di depan laptop karena banyak proyek dan tuntutan proses.

Penilaian Kurikulum 2025 Bikin Murid Stres, Guru & Orang Tua Ikut Bingung

Penerapan penilaian Kurikulum 2025 di banyak sekolah kini memunculkan masalah baru yang cukup serius. Murid merasa kewalahan oleh banyaknya proyek, penilaian proses, dan tuntutan presentasi yang datang hampir setiap minggu. Tak hanya murid, guru dan orang tua juga ikut kebingungan memahami sistem baru ini.

Menurut laporan Kompas Pendidikan, beberapa sekolah bahkan mengakui bahwa penilaian Kurikulum 2025 diterapkan tanpa panduan lengkap. Hal ini membuat standar penilaian berbeda-beda, bahkan dalam satu sekolah yang sama.

Dampaknya jelas: murid stres, guru bingung, orang tua ikut frustrasi.


Masalah Utama dalam Penilaian Kurikulum 2025

1. Proyek Terlalu Banyak & Waktunya Meper

Jika sebelumnya murid fokus pada ulangan, kini mereka harus mengerjakan:

  • proyek kelompok berskala besar
  • presentasi mingguan
  • jurnal proses
  • refleksi individual
  • asesmen formatif berganda

Bagi murid yang belum terbiasa, ritme ini sangat melelahkan.

Bahkan beberapa guru mengakui bahwa proyek-proyek ini sering bertabrakan dengan tugas digital yang sudah menumpuk.
Fenomena ini makin memperparah gejala digital fatigue murid yang kini makin sering muncul dalam kelas.


2. Standar Penilaian Tidak Konsisten

Karena buku dan modul resmi belum lengkap—seperti yang dibahas pada artikel
Buku Kurikulum 2025 belum siap didistribusikan

Maka guru menafsirkan penilaian sesuai pemahaman masing-masing.
Akibatnya:

  • guru A memakai rubrik detail
  • guru B memakai rubrik sederhana
  • guru C fokus pada proses
  • guru D menilai hasil akhir

Murid akhirnya merasa bingung karena standar berubah-ubah.


3. Orang Tua Tidak Mengerti Sistem Baru

Di Kurikulum 2025, nilai 70 bukan berarti gagal—bisa saja prosesnya bagus.
Namun karena orang tua terbiasa sistem lama, mereka menganggap anaknya “turun prestasi”.

Banyak orang tua akhirnya:

  • menekan anak
  • marah pada guru
  • atau meminta nilai diperbaiki

Padahal masalahnya bukan pada murid, tetapi sistem yang belum dipahami.


4. Proyek Serba Digital = Beban Semakin Berat

Mayoritas tugas proyek mengharuskan murid:

  • membuat slide
  • mengedit video
  • mengolah data
  • mengumpulkan file via platform digital

Menurut laporan Katadata tentang literasi digital, anak usia sekolah kini rata-rata menghabiskan waktu layar 7–9 jam per hari.
Sementara itu, tugas digital justru terus bertambah.

Ini memperparah kelelahan akademik dan mental.


Dampaknya ke Murid: Lebih Serius dari Sekadar “Capek”

1. Stres Akademik Meningkat

Guru BK melaporkan peningkatan kasus murid:

  • menangis saat presentasi
  • takut disuruh tampil
  • menyerah pada tugas tertentu
  • mudah pusing dan emosional

2. Drama Kerja Kelompok Tidak Terhindarkan

Karena proyek makin banyak, konflik antar murid ikut naik:

  • ada yang numpang nama
  • ada yang tidak bekerja
  • ada yang mendominasi
  • ada yang tidak hadir saat presentasi

3. Motivasi Belajar Menurun

Murid merasa pembelajaran semakin berat, bukan semakin bermakna.


Dampaknya ke Guru: Persiapan Rumit, Penilaian Lebih Sulit

Guru kini harus menyusun rubrik penilaian sendiri tanpa standar nasional yang solid.
Ini menambah beban, terutama untuk guru yang sudah kewalahan dengan administrasi dan aplikasi pendidikan lain.

Banyak guru mengaku:

  • “Proyeknya terlalu banyak, waktu koreksinya tidak cukup.”
  • “Rubriknya panjang, murid tidak mengerti.”
  • “Orang tua salah paham terus.”

Sistem penilaian baru membuat beban guru menumpuk justru di bagian yang tidak terlihat oleh publik.


Apa Solusi yang Bisa Dilakukan Sekolah?

1. Menyederhanakan Jumlah Proyek

Tidak semua materi harus dibuat proyek.
Cukup pilih bagian penting yang relevan.

2. Membuat Rubrik Penilaian yang Lebih Mudah Dipahami

Gunakan bahasa sederhana agar murid dan orang tua tidak salah mengerti.

3. Mengadakan Sesi Penjelasan Penilaian ke Murid

Murid harus mengerti apa yang dinilai bukan cuma mengerjakan tugas.

4. Kolaborasi Antar Guru Mapel

Agar standar penilaian tidak saling bertabrakan.


Apa yang Perlu Disegerakan Pemerintah?

  • Panduan penilaian yang sederhana & jelas
  • Contoh rubrik baku nasional
  • Modul final penilaian
  • Pelatihan intensif untuk guru
  • Penyesuaian penilaian sesuai kesiapan sekolah

Selama hal-hal itu belum tersedia, sistem penilaian akan terus membingungkan.


Kesimpulan

Penilaian Kurikulum 2025 sebenarnya ingin membawa perubahan positif: pembelajaran yang lebih bermakna dan tidak hanya fokus pada nilai akhir.

Namun kenyataannya, implementasi yang terburu-buru membuat:

  • murid stres,
  • guru kewalahan,
  • orang tua salah paham.

Jika ingin perubahan kurikulum sukses, penyederhanaan penilaian harus menjadi prioritas utama.

Share this content:

Raymond Bell
Author: Raymond Bell

Post Comment

Loading...

You May Have Missed