Orangtua Diminta Ganti Kursi Rusak, Ibu Ini Bawa Kursi ke Sekolah Jalan Kaki – Guru Nakal
Baru-baru ini, sebuah insiden yang melibatkan seorang ibu di Indonesia menjadi sorotan publik. Ibu tersebut, yang identitasnya tidak disebutkan, terpaksa membawa kursi rusak ke sekolah dengan berjalan kaki karena pihak sekolah meminta penggantian atas kerusakan yang disebabkan oleh anaknya. Kisah ini langsung viral di media sosial dan memicu perdebatan sengit tentang siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas fasilitas sekolah apakah orangtua murid atau pihak sekolah?
Kejadian ini bukan hanya soal satu kursi rusak, tetapi juga mencerminkan ketimpangan sistem pendidikan dan beban finansial yang sering ditanggung oleh keluarga kurang mampu. Artikel ini akan membahas kronologi kejadian, reaksi publik, serta dampak dari kasus ini terhadap dunia pendidikan di Indonesia.
Kronologi Kejadian
Insiden ini bermula ketika seorang siswa di salah satu sekolah dasar di Indonesia secara tidak sengaja merusak kursi di kelasnya. Menurut laporan, kursi tersebut patah saat digunakan oleh sang anak selama jam pelajaran. Pihak sekolah kemudian memberikan surat kepada orangtua siswa untuk mengganti kursi yang rusak.
Tidak memiliki cukup uang untuk membeli kursi baru, sang ibu akhirnya memutuskan untuk membawa kursi lama yang rusak itu ke sekolah dengan berjalan kaki. Dalam video yang beredar di media sosial, tampak ibu tersebut berjalan beberapa kilometer di bawah terik matahari sambil membawa kursi yang berat. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes sekaligus kepatuhan terhadap permintaan sekolah.
Reaksi Publik
Video aksi ibu tersebut langsung viral dan memicu gelombang emosi di kalangan warganet. Ada dua sisi pandangan yang muncul dari insiden ini:
- Kritik Terhadap Pihak Sekolah
Sebagian besar masyarakat mengkritik pihak sekolah yang dianggap tidak bijaksana dalam menangani masalah ini. Mereka menilai bahwa meminta penggantian kursi rusak kepada orangtua murid adalah tindakan yang tidak adil, terutama jika keluarga tersebut termasuk golongan ekonomi lemah. Beberapa komentar menyebutkan bahwa sekolah seharusnya memiliki dana cadangan untuk memperbaiki fasilitas yang rusak, bukan membebankannya kepada orangtua. - Dukungan kepada Sang Ibu
Di sisi lain, banyak warganet yang memberikan dukungan kepada ibu tersebut. Mereka memuji keberanian dan dedikasi sang ibu yang rela berkorban demi memenuhi permintaan sekolah, meskipun cara tersebut dianggap tidak manusiawi. Beberapa bahkan mengumpulkan donasi untuk membantu keluarga tersebut.
Apa Kata Pihak Sekolah?
Setelah insiden ini menjadi viral, pihak sekolah akhirnya angkat bicara. Dalam pernyataan resminya, kepala sekolah menjelaskan bahwa kebijakan meminta penggantian barang rusak sudah berlaku sejak lama. Menurut mereka, kebijakan ini bertujuan untuk mendidik siswa agar lebih bertanggung jawab terhadap fasilitas sekolah. Namun, pihak sekolah juga mengakui bahwa komunikasi dengan orangtua kurang baik, sehingga menimbulkan kesalahpahaman.
Meski demikian, penjelasan ini tidak sepenuhnya diterima oleh masyarakat. Banyak yang menilai bahwa kebijakan tersebut tidak realistis, terutama bagi keluarga dengan kondisi ekonomi sulit. Bahkan bagi admin Guru Nakal Klarifikasi Kepala sekolah ketika di tegur pun membuat kita geram, berikut Percakapan kepsek nakal dengan bupati Lebak Hasbi.
Sementara itu, Bupati Lebak Hasbi Asyidiki Jayabaya langsung menegur Kepala Sekolah SDN 2 Pasir Tangkil, Fifi Siti Rofikoh setelah viral seorang perempuan yang merupakan orangtua murid di Kabupaten Lebak, menggotong meja dan kursi seorang diri ke sekolah.
“Saya Tanya ke ibu, gimana kalau anak ibu dibegitukan sama kepala sekolahnya?,” tanya Hasbi kepada Fifi yang dikutip TribunBanten.com, Selasa (29/4/2025)
Dalam video itu, Fifi mengelak telah meminta secara langsung kepada siswa dari orangtua yang bersangkutan.
Namun jika persoalan itu ada di posisi dirinya sebagai orang tua murid, Fifi mengaku siap mengganti apabila hal serupa dilakukan oleh anaknya.
“Saya sebagai orang tua siap aja, kalau memang anak saya salah,” jawab Fifi.
Hasbi menyayangkan sikap kepala sekolah tersebut yang dinilai masih membebani wali murid.
“Bukan masalah anak ibu salah, secara anggaran itu enggak boleh membebani murid dan orang tua murid,” ucap Hasbi dengan nada tinggi.
Namun, Fifi masih bersikeras dengan pendiriannya, bahwa dirinya merasa tidak memaksa orang tua murid untuk mengganti meja dan kursi.
Merasa geram dengan pernyataan itu, Hasbi langsung menunjukkan bukti percakapan Fifi melalui forum grup WhatsApp.
“Jelas ibu Fifi (Menulis teks di grup whatsApp,-red), saya prihatin dengan tempat duduk ini. Ini terbaik buat siswanya tapi merawatnya susah, ini di mana penyangga mejanya cuma ada sebelah. Entah harus bagaimana menasehati nya. Suruh mengganti enggak mau,” kata Hasbi membacakan isi percakapan di grup WhatsApp.
“Artinya kenapa ibu menyuruh, mereka mengganti, kenapa?,” tanya Hasbi yang kembali dengan nada tinggi.
Fifi menyebut bahwa hal itu dilakukan sebagai upaya pihak sekolah untuk memberikan efek jera, terhadap anak yang dinilai nakal karena telah merusak meja sekolah.
Bahkan Fifi mengklaim bahwa pihaknya sudah menasehati, namun orangtua murid tak kunjung ke sekolah.
“Tinggal dikasih pelurusaan, dididik dengan cara yang baik, mereka kan baru siswa kelas 4 SD.”
“Yang harus nya datang pihak sekolah ke orang tua murid ke rumah, ini anak ibu anak bapak perlu dinasehati. Sehingga tidak perlu ditulis di grup kelas 4 B, ibu sama saja mempermalukan dia,” pungkasnya.
Refleksi Sistem Pendidikan di Indonesia
Kasus ini membuka mata kita tentang beberapa masalah mendasar dalam sistem pendidikan di Indonesia:
- Ketimpangan Ekonomi
Tidak semua keluarga mampu memenuhi permintaan sekolah seperti penggantian fasilitas yang rusak. Hal ini menciptakan diskriminasi tidak langsung terhadap siswa dari keluarga kurang mampu. - Buruknya Fasilitas Sekolah
Masalah kursi rusak ini juga menunjukkan bahwa banyak sekolah di Indonesia masih kekurangan fasilitas memadai. Alih-alih fokus pada pendidikan berkualitas, sekolah justru terbebani dengan pemeliharaan sarana yang minim dukungan dari pemerintah. - Kebijakan yang Tidak Ramah Keluarga
Meminta orangtua untuk mengganti fasilitas rusak adalah kebijakan yang tidak sensitif terhadap kondisi ekonomi keluarga. Seharusnya, tanggung jawab utama pemeliharaan fasilitas sekolah ada di tangan pemerintah atau pihak sekolah sendiri.
Solusi untuk Mencegah Kasus Serupa
Untuk mencegah kejadian serupa terjadi di masa depan, ada beberapa langkah yang bisa diambil:
- Peningkatan Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah)
Pemerintah perlu meningkatkan alokasi dana BOS agar sekolah memiliki anggaran yang cukup untuk memperbaiki fasilitas yang rusak. - Penghapusan Kebijakan Penggantian Barang Rusak
Kebijakan yang membebani orangtua dengan penggantian barang rusak harus dihapus. Tanggung jawab ini harus dialihkan kepada pihak sekolah atau pemerintah. - Sosialisasi yang Lebih Baik
Komunikasi antara sekolah dan orangtua perlu diperbaiki. Sekolah harus lebih transparan dan bijaksana dalam menangani masalah seperti ini. - Program Donasi Publik
Masyarakat dapat diajak berpartisipasi dalam program donasi untuk membantu sekolah-sekolah yang kekurangan fasilitas.
Kisah ibu yang membawa kursi rusak ke sekolah dengan berjalan kaki adalah cerminan dari ketimpangan sistem pendidikan di Indonesia. Meskipun niat sekolah adalah untuk mendidik siswa agar lebih bertanggung jawab, kebijakan yang diterapkan justru menambah beban bagi keluarga kurang mampu.
Semoga insiden ini menjadi pelajaran bagi semua pihak, terutama pemerintah dan pihak sekolah, untuk memperbaiki sistem pendidikan agar lebih inklusif dan ramah terhadap semua lapisan masyarakat. Pendidikan adalah hak setiap anak, dan tidak seharusnya dibebani oleh masalah finansial atau fasilitas yang buruk.
Share this content:
Post Comment